Para pengrajin batik tulis mulai galau pada era munculnya batik cap. Batik cap yang muncul bak serangan fajar akhirnya sedikit demi sedikit menggerus kepopuleran batik tulis. Betapa tidak, proses pembuatan batik tulis yang penuh filosofi dan memakan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan, kini dipangkas dengan datangnya batik cap. Proses penggarapan batik cap bisa lebih menghemat waktu. Tak perlu menggunakan canting, cukup bermodalkan cap batik seukuran laptop, pengrajin bisa dengan enjoy membatik.
Kegundahan para pengrajin batik bertambah ketika di era sekarang muncul competitor baru dengan senjata lebih modern, batik digital printing. Ibarat suatu pertempuran, batik tulis diibaratkan bambu runcing, dan batik printing ini ibarat senapan mesin. Dan yang lebih mencengangkan lagi, sekarang batik printing mampu memberikan kualitas prima.
Namun menurut anggota Forum Grafika Digital Mahar Prastowo bercerita lain dalam wartakotalive. Dia berpendapat kalau batik printing itu akan menghidupkan batik di era yang serba digital ini. Tinggal pinter-pinternya si pengrajin batiknya saja yang mesti memperkaya perbendaharaan motif atau corak. Mereka dituntut lebih creatif menciptakan motif khas Indonesia.
Mahar menambahkan, semakin banyak pengrajin batik printing yang creatif, semakin cepat batik terproduksi sekaligus semakin murah pula harga yang ditawarkan. Karena semakin murah batik dipasaran, kebutuhan akan batik nasional akan terpenuhi dan bahkan bisa menutup kebutuhan batik internasional.
Tambahan dari Mahar mengenai pengrajin batik tulis, “Batik tulis akan semakin eksklusif dan menempati kelasnya.” Dengan banyaknya jenis-jenis batik yang beredar, batik tulis tetap menjadi batik eksklusif diantara jenis-jenis lainnya.