Setiap motif batik klasik selalu memiliki filosofi, nilai dan makna tersendiri. Motif bahkan ada yang dianggap sakral dan hanya dapat dipakai pada kesempatan atau peristiwa tertentu, seperti dalam adat dan budaya Jawa. Batik yang dipakai untuk upacara pernikahan tentu tidak sama dengan batik yang digunakan saat menghadiri acara lelayu atau melayat.
Batik yang digunakan dalam acara pernikahan pun berbeda-beda. Kain yang dipakai oleh orang tua pengantin dengan pengantinnya sendiri tidak sama, apalagi dengan para tamu undangannya. Motif batik yang dipakai orang tua pengantin saat acara pernikahan juga berbeda dengan kain yang dipakai saat upacara siraman. Untuk satu acara saja seseorang bisa membutuhkan beberapa jenis kain batik dengan motif yang berbeda. Hal ini tak lepas karena setiap corak batik memiliki perlambangan masing-masing, yang akan menentukan pemakaian atau penggunaannya.
Seperti motif parang. Motif jenis ini sangat jarang digunakan untuk menghadiri acara pernikahan, apalagi dipakai sebagai busana pengantin. Berarti sebagai benda tajam, dalam tradisi Jawa penggunaan motif parang saat acara pernikahan dipercaya dapat menimbulkan perang dalam rumah tangga atau menyebabkan rumah tangga yang dibangun si pengantin kelak akan dipenuhi oleh pertengkaran.
Sido mukti. Motif ini melambangkan harapan akan masa depan yang baik dan penuh kebahagiaan untuk kedua mempelai. Karena artinya ini, motif sidomukti termasuk motif yang paling popular digunakan oleh pengantin pria dan wanita pada acara pernikahan
Udan Riris. Motif yang bisa bermakna mengharapkan rejeki yang datang terus-menerus, meski tidak besar namun berlangsung secara berkesinambungan, seperti halnya hujan gerimis yang telah memberi kehidupan di bumi sehingga biji-bijian dapat bersemai dan tumbuh menjadi tanaman untuk dimakan. Bisa berarti memberi kesejahteraan.
Dibalik selembar kain batik ternyata terkandung sebuah makna dan filosofi yang begitu tinggi, sehingga tak semua motif batik bisa digunakan setiap saat.